Jumat, 03 September 2010

Midnight Sale: Tarawih Replacement


Seminggu terakhir bulan Ramadhan. Saat yang tampaknya tepat untuk semakin khusyuk. Khusyuk berbelanja. Yeah. Tahun 2010 ini Jogjakarta sudah semakin menyamai ibukota, riuh oleh acara belanja tengah malam. 
Tercatat oleh saya 4 (empat) mall mengadakan acara tersebut di hari-hari yang berbeda. Mulai dari Malioboro Mall, Galeria Mall, Ambarrukmo Plaza, dan terakhir Ramai Mall. Yang saya catat tanggal dan sekaligus saya hadiri event-nya hanya yang di Malioboro Mall, yaitu 3 & 4 September 2010. Tiga mall lainnya luput dari perhatian. Haha.

Tentu saja. Jalanan macet, sejak awal ruas jalan Malioboro. Tempat parkir motor (baca: trotoar), penuh. Basement Malioboro mall yang mini itu juga penuh sesak oleh mobil-mobil. Dan sayangnya, manajemen parkir Malioboro Mall masih buruk. Mereka tidak menaruh tanda "Parkir Penuh" di pintu masuk basement. Mobil-mobil dibiarkan masuk dan mendapat tiket parkir, padahal tempat penuh. Kebijakan dari pak petugas parkir adalah "Silakan Mbak, memutar tempat ini sekian kali sampai Anda mendapat tempat kosong".
Howyeah. Kalau tujuh kali udah jadi sa'i, itu…
Untunglah saat itu kami terdiri dari dua perempuan yang nggak mau rugi. Dessi, teman "penjebak" saya ke Midnight Sale itu berhasil berkata-kata dengan nada sedikit tinggi pada petugas parkir dan akhirnya kami diperbolehkan untuk tidak membayar (yang benar saja, keluar 2.500 untuk dua kali mutar basement).

Masuk mall. Ya ampun. Serupa pasar Beringharjo tapi pakai AC dan bersih. Manusia dimana-mana, tampak tergesa (atau kalap?) memilih barang-barang yang ditumpuk sekenanya oleh para vendor. Tulisan "Sekian Persen" terpajang dimana-mana. Di sebuah departemen store malah menawarkan program "Shopping Race". Eh. "Shopping Rally". Yang dari namanya sudah dapat ditebak, itu adalah acara "Keluarkan isi dompetmu sebanyak-banyaknya, maka niscaya Anda akan menjadi pemenang hadiah voucher belanja Rp. satu juta.."

Ibu-ibu, suami-suami, mbak-mbak, mas-mas, cicik-cicik, engkoh-engkoh, ibu kantin  Fisipol UGM juga dateng! (Dia ingat saya. Yay!). Pramuniaga di dalam department store "M" itu sampai kewalahan melayani permintaan konsumen akan barang-barang. Saya kebetulan mengamati konter penjualan sepatu dan sandal wanita. Display-nya sudah awut-awutan. Berantakan. Sandal-sepatu di meja, lantai, ada yang pasangannya hilang..
Seorang pramuniaga pria sempat mengeluh, "Ya ampun…"
Dan! Sejak satu jam sebelum Sale berakhir, di department tersebut riuh diumumkan melalui pengeras suara tentang Ibu Anisa dan Pak Eko. Siapa mereka? Ternyata mereka adalah kandidat pemenang Shopping Rally! Si Ibu Anisa tercatat belanja sebanyak Rp. 3.900.000-sekian Rupiah. Dan pak Eko menyusulnya dengan jumlah belanjaan Rp. 4.600.000-sekian Rupiah!
Kassa penuh dengan antrian.
Lalalala.

Pukul 00.00 kurang empat menit (menurut Acik, teman saya-tentang "empat menit" itu), ternyata peringkat Pak Eko dan ibu Anisa harus digeser semua oleh Ibu Siapa (lupa namanya) yang berhasil belanja sebanyak sembilan juta rupiah!
Kata Mas O'ot, Mbak Diana, Acik, dan Dessi: "Gila..Centro Midnight Sale aja yang belanja paling banyaknya cuma enam juta!"

So. Di Jogjakarta itu paling banter sembilan juta, sodara-sodara… Coba teman-teman di Jakarta beritahu saya berapa tercatat yang paling besar… Sembilan juta mah buat beli tas LV didiskon puluhan persen juga masih tekor kayaknya…(mohon diralat jika salah).

Sementara itu, di tengah kerumunan orang, antrian, lalu-lalang, keramaian itu, shalawat merdu dikumandangkan lewat pengeras suara..
"Tala'al-Badru 'alayna, min thaniyyatil-Wada..wajaba al-shukru 'alayna, ma da'a lillahi da.."   (O the White Moon rose over us, from the Valley of Wada', and we owe it to show gratefulness, where the call is to Allah..)..diselingi ajakan provokatif untuk menambah terus jumlah belanjaan (ditujukan untuk pak Eko, Bu Anisa, dan Bu Siapa itu)..

Luar biasa!!!

:)

Jogjaku……selamat tenggelam lebih dalam. Dalam keriuhan konsumerisme.
Ciao!

#Lalu saya pulang. Eh. Sempat mampir makan di Gule Sapi Tugu 8 ribu semangkok. Sambil membicarakan riuh rendah acara Sale tadi. Salah seorang teman sempat komplain, "Tadi tu harganya ada yang udah dimahalin dulu...kemaren pas lihat di Centr* lebih murah.."
Lalalalalaaa..



Kamis, 02 September 2010

Yang Terulang Setiap Tahun

"You pay less, you get less. You pay more, still you get less."

Dan terjadi setiap tahun. Bukan ulang tahun. Tapi urusan transportasi menjelang lebaran. Baru beli tiket pulang untuk BESOK. Yeah, besok: Sabtu, tanggal 4 September 2010. 
Dapat tiket Lodaya Malam. Bisnis. Harga: Rp. 200.000. Dua ratus ribu. Yeah.
Membuat mengurut dada, karena teringat bahwa di nominal segitu kalau hari-hari biasa mah sudah dapat tiket eksekutif (Rp. 150.000-160.000).

Sekedar informasi. 2 (dua) hari lalu (1 September 2010)  adik saya bertanya akan harga tiket serupa di stasiun Solo Balapan adalah sbb: Lodaya Bisnis: Rp. 180.000 dan Lodaya Eksekutif: Rp. 280.000. Itu saja sudah cukup mencengangkan (walau saya tahu, pasti ada kenaikan harga dari tarif biasanya. Tapi tetap saja terkejut saat mendengarnya).

Lalu hari ini, 3 September 2010: Harga tiket bisnis Lodaya menjadi Rp. 200.000.

Oke. Pertama, karena saya tidak membeli lewat stasiun, melainkan lewat agen tiket online di sebrang terminal Condongcatur, Jogjakarta. Petugasnya bilang, memang ada ekstra Rp. 10.000 kalau beli lewat agen. Istilahnya adalah "bea pesan / reservation". Saya lihat di tiketnya memang tertulis demikian. Tertulis pula harga tiketnya adalah Rp. 190.000.

Berarti, dalam dua hari ada kenaikan tiket bisnis Lodaya sebanyak Rp. 10.000.

Saya mengerti akan hukum "semakin banyak permintaan, semakin tinggi harga jual."
Tapi saya tidak mengerti patokan harga yang ditetapkan oleh pihak Perumka.
Dan saya juga tidak bisa berharap banyak bahwa dalam harga yang mengalami kenaikan hampir 100% ini terdapat service yang ditingkatkan pula. Pesimis. Tahun-tahun sebelumnya juga tidak. 
Kami para pelanggan kereta api pada akhirnya tidak pernah punya posisi tawar. Apa boleh buat.
Hanya saja sungguh disesalkan bahwa pihak Perumka kok hanya sekedar menaikkan harga. Saya sungguh berharap, sekali-sekali bisa menaiki kereta di Indonesia tanpa berkeluh kesah..

*catatan: saya adalah pelanggan Lodaya sejak 1998 s.d sekarang*